Post by Lemon de Lai on Dec 11, 2008 10:53:29 GMT 8
"Lye Fyrlakith, kembali kesini sekarang juga!"
Aku mengacuhkan bentakan itu dan berjalan menghentakkan kakiku keluar istana.
Tiba-tiba dia ada didepanku dan memegang tanganku.
"Lepaskan." Kataku pelan.
"Kau berani melawan ayahmu?"
"Ayahku atau bukan, aku sudah muak dengan semua training ini! Kenapa aku tidak bisa seperti Mika, bebas berkeliaran? Atau Lena? Ayah mengizinkannya tinggal dibumi, tapi aku?!"
"Kamu pewaris kerajaan ini. Dewasalah sedikit, Lye!"
"Aku tak ingin jadi pewaris apa-apa!"
Aku menarik tanganku dari cengkramannya dan melakukan teleport ke sebuah ruangan didalam dome di Far North.
Bau machina menusuk hidungku. Ruangan ini tak pernah bersih, namun selalu tampak asri. Aku duduk di tempat tidur di ruangan itu dan menatap langit-langit.
"Kya! Kakak?!"
"Yo"
"Kyaa! Hentai!"
Lena langsung menutupi dadanya, memasuki kamar mandi dan memakai t-shirt, dan kemudian keluar lagi dari kamar mandi dan mengambil sebuah bat baseball.
"Hentai tak pantas hidup!"
"Eits!" Kataku, dan sedetik kemudian aku sudah ada dipojok kamar.
"Salah sendiri nggak pernah pake baju didalem kamar"
"Ga mau tau!" Ia melemparku lagi dengan sebuah machina. Aku teleport kebelakangnya dan memegang dadanya dari belakang.
"Ukurannya membesar, lho. 34B? Atau 36B?"
"HENTAAAI!!!"
Setelah adegan kejar-kejaran dan aksi penimpukan, kami berbaring di tempat tidur.
"Kabur lagi dari ayah?"
Aku tidak menjawab.
"Kau tahu, kak? Kadang aku iri sama kakak... Ayah sudah memberi kakak segalanya, tapi kakak sama sekali nggak suka. Apa yang sebenarnya kakak inginkan?"
Pertanyaan bagus. Bahkan aku nggak tahu apa yang aku inginkan.
"Ayah pasti memaafkan kakak, ayo cepat kembali! Aku ada kerjaan!" Kata Lena sambil memakai machina gear dan keluar dari kamarnya, meninggalkanku sendiri.
Setelah melamun sejenak, aku memutuskan untuk pergi ke All'Aria Machile.
Luna sedang melamun diberanda kamarnya. Aku berjalan dan memeluknya dari belakang.
"Ayahmu tadi mencarimu"
"Aku tahu"
"Berantem lagi?"
"Gitu, deh." kataku sambil meletakkan daguku di bahu Luna.
"Kapan sih kalian mau akrab? Hihihi.." Celoteh Luna sambil cekikikan.
"Nyindir, ha?"
"Nggak."
Aku mencium pipi Luna. Ia tersenyum dan menatapku, kemudian ia mencium bibirku.
"Andai kita bisa lari dari tanggung jawab ini..."
"Benar, tapi kalau kita lari, siapa yang akan memimpin kerajaan kita?"
Benar juga.
Tapi aku menginginkan kebebasan. Sebelum aku datang ke kerajaan, tanggung jawabku adalah menjadi penerus suku alchemist. Setelah aku datang ke kerajaan, tanggung jawabku adalah menjadi pewaris kerajaan Settentrionale Machile. Lalu nanti apa lagi?
Andai saja aku bisa pergi jauh ke suatu tempat tanpa tanggung jawab ini... Andai saja aku bebas seperti burung diatas sana...
Aku menguatkan pelukanku pada Luna.
Namun, tiba-tiba aku merasa leherku ada yang menjilat dari belakang.
"Hei, mesum saja kalian. Threesome, yuk!"
"Sembarangan kamu Mika. Ngapain ngangguin kita?"
"Bawa laporan dari Arthur-sama. Hunting, coy!"
Luna melepaskan pelukanku dan mencium bibirku sambil jinjit.
"Aku ada janji sama Luz. Malam ini kamu kekamarku, ya."
"Oke."
"Aku nggak diajak?" Kata Mika memotong pembicaraan.
Warna mata Luna berubah menjadi merah.
"Err.. Oke. Mungkin aku ke tempat Luz-chan saja"
Setelah Luna memasuki kamarnya, aku mulai bertanya pada Mika.
"Jadi, hunting apa? Dimana?"
"Biasa, hutan Settentrionale Machile. Ada monster lagi, kali"
"Hm. Ayah udah kesana?"
"Udah, tapi liat aja dulu"
Aku teleport ke hutan Settentrionale Machile, dan menemukan ayahku sedang bertarung mati-matian dengan seekor monster raptor raksasa. Aku berniat meninggalkannya ketika aku melihat monster itu berhasil membuat ayahku terpental.
"Ayah!"
"Lye... Ah, sepertinya aku memang sudah semakin tua..."
"... Kau tak apa-apa?"
"Ya. Kamu diam saja disini."
Ayahku dan sifat egonya. Ia mulai mengucapkan sebuah mantera, dan bumi mulai bergetar. Ayahku tampak benar-benar payah, namun ia tidak menunjukkannya padaku. Sesaat kemudian, sebuah lubang besar tercipta dibelakang monster itu, dan menghisap semua yang ada didepannya. Kecuali monster itu, yang sedang berpegangan pada sebuah pohon yang sangat besar.
Aku merasakan lubangnya mulai mengecil. Dan darah mulai keluar dari hidungnya. Aku harus berbuat sesuatu.
Aku berlari kearah monster itu, dan menendang tangannya sehingga cengrkramannya terlepas.
"Lye! Jangan!!!"
Aku tak yakin apa yang terjadi, namun sepertinya lubang itu terlalu kuat untuk aku bertahan. Aku tak bisa konsentrasi teleport, dan ketika sebuah batu besar menghantam kepalaku, semua menjadi gelap.
Entah kemana lubang ini akan membawaku pergi...
Aku mengacuhkan bentakan itu dan berjalan menghentakkan kakiku keluar istana.
Tiba-tiba dia ada didepanku dan memegang tanganku.
"Lepaskan." Kataku pelan.
"Kau berani melawan ayahmu?"
"Ayahku atau bukan, aku sudah muak dengan semua training ini! Kenapa aku tidak bisa seperti Mika, bebas berkeliaran? Atau Lena? Ayah mengizinkannya tinggal dibumi, tapi aku?!"
"Kamu pewaris kerajaan ini. Dewasalah sedikit, Lye!"
"Aku tak ingin jadi pewaris apa-apa!"
Aku menarik tanganku dari cengkramannya dan melakukan teleport ke sebuah ruangan didalam dome di Far North.
Bau machina menusuk hidungku. Ruangan ini tak pernah bersih, namun selalu tampak asri. Aku duduk di tempat tidur di ruangan itu dan menatap langit-langit.
"Kya! Kakak?!"
"Yo"
"Kyaa! Hentai!"
Lena langsung menutupi dadanya, memasuki kamar mandi dan memakai t-shirt, dan kemudian keluar lagi dari kamar mandi dan mengambil sebuah bat baseball.
"Hentai tak pantas hidup!"
"Eits!" Kataku, dan sedetik kemudian aku sudah ada dipojok kamar.
"Salah sendiri nggak pernah pake baju didalem kamar"
"Ga mau tau!" Ia melemparku lagi dengan sebuah machina. Aku teleport kebelakangnya dan memegang dadanya dari belakang.
"Ukurannya membesar, lho. 34B? Atau 36B?"
"HENTAAAI!!!"
Setelah adegan kejar-kejaran dan aksi penimpukan, kami berbaring di tempat tidur.
"Kabur lagi dari ayah?"
Aku tidak menjawab.
"Kau tahu, kak? Kadang aku iri sama kakak... Ayah sudah memberi kakak segalanya, tapi kakak sama sekali nggak suka. Apa yang sebenarnya kakak inginkan?"
Pertanyaan bagus. Bahkan aku nggak tahu apa yang aku inginkan.
"Ayah pasti memaafkan kakak, ayo cepat kembali! Aku ada kerjaan!" Kata Lena sambil memakai machina gear dan keluar dari kamarnya, meninggalkanku sendiri.
Setelah melamun sejenak, aku memutuskan untuk pergi ke All'Aria Machile.
Luna sedang melamun diberanda kamarnya. Aku berjalan dan memeluknya dari belakang.
"Ayahmu tadi mencarimu"
"Aku tahu"
"Berantem lagi?"
"Gitu, deh." kataku sambil meletakkan daguku di bahu Luna.
"Kapan sih kalian mau akrab? Hihihi.." Celoteh Luna sambil cekikikan.
"Nyindir, ha?"
"Nggak."
Aku mencium pipi Luna. Ia tersenyum dan menatapku, kemudian ia mencium bibirku.
"Andai kita bisa lari dari tanggung jawab ini..."
"Benar, tapi kalau kita lari, siapa yang akan memimpin kerajaan kita?"
Benar juga.
Tapi aku menginginkan kebebasan. Sebelum aku datang ke kerajaan, tanggung jawabku adalah menjadi penerus suku alchemist. Setelah aku datang ke kerajaan, tanggung jawabku adalah menjadi pewaris kerajaan Settentrionale Machile. Lalu nanti apa lagi?
Andai saja aku bisa pergi jauh ke suatu tempat tanpa tanggung jawab ini... Andai saja aku bebas seperti burung diatas sana...
Aku menguatkan pelukanku pada Luna.
Namun, tiba-tiba aku merasa leherku ada yang menjilat dari belakang.
"Hei, mesum saja kalian. Threesome, yuk!"
"Sembarangan kamu Mika. Ngapain ngangguin kita?"
"Bawa laporan dari Arthur-sama. Hunting, coy!"
Luna melepaskan pelukanku dan mencium bibirku sambil jinjit.
"Aku ada janji sama Luz. Malam ini kamu kekamarku, ya."
"Oke."
"Aku nggak diajak?" Kata Mika memotong pembicaraan.
Warna mata Luna berubah menjadi merah.
"Err.. Oke. Mungkin aku ke tempat Luz-chan saja"
Setelah Luna memasuki kamarnya, aku mulai bertanya pada Mika.
"Jadi, hunting apa? Dimana?"
"Biasa, hutan Settentrionale Machile. Ada monster lagi, kali"
"Hm. Ayah udah kesana?"
"Udah, tapi liat aja dulu"
Aku teleport ke hutan Settentrionale Machile, dan menemukan ayahku sedang bertarung mati-matian dengan seekor monster raptor raksasa. Aku berniat meninggalkannya ketika aku melihat monster itu berhasil membuat ayahku terpental.
"Ayah!"
"Lye... Ah, sepertinya aku memang sudah semakin tua..."
"... Kau tak apa-apa?"
"Ya. Kamu diam saja disini."
Ayahku dan sifat egonya. Ia mulai mengucapkan sebuah mantera, dan bumi mulai bergetar. Ayahku tampak benar-benar payah, namun ia tidak menunjukkannya padaku. Sesaat kemudian, sebuah lubang besar tercipta dibelakang monster itu, dan menghisap semua yang ada didepannya. Kecuali monster itu, yang sedang berpegangan pada sebuah pohon yang sangat besar.
Aku merasakan lubangnya mulai mengecil. Dan darah mulai keluar dari hidungnya. Aku harus berbuat sesuatu.
Aku berlari kearah monster itu, dan menendang tangannya sehingga cengrkramannya terlepas.
"Lye! Jangan!!!"
Aku tak yakin apa yang terjadi, namun sepertinya lubang itu terlalu kuat untuk aku bertahan. Aku tak bisa konsentrasi teleport, dan ketika sebuah batu besar menghantam kepalaku, semua menjadi gelap.
Entah kemana lubang ini akan membawaku pergi...